Untuk memperingati kembali tragedi pembantaian terhadap 6 juta orang Yahudi di Jerman yang menimbulkan bekas luka yang tidak pernah mengering dalam kehidupan masyarakat Yahudi saat ini.
Pada era sekitar tahun
1932-1945, terjadi peristiwa fenomenal yang berhasil mengabadikan catatan kelam abad 20. Barangkali merasa kisah hidup kalian menyedihkan, mungkin kalian harus pikir ulang. Tragedi Holokaus menjadi perhatian dari banyak sejarawan karena dianggap sebagai salah satu tragedi paling konfliktual dalam sejarah hubungan internasional. Kepercayaan bahwa 'interaksi sosial selalu diwarnai oleh sistem anarkis' yang selalu dielu-elukan oleh orang-orang realis sangat dibenarkan oleh tragedi ini.
Holokaus atau yang dikenal sebagai Shoah dalam Bahasa Ibrani artinya malapetaka. Diperingati oleh hampir seluruh orang Yahudi di Israel pada setiap pertengahan bulan April, fenomena Holokaus sebenernya merujuk pada agenda genosida dan penyiksaan bangsa Yahudi-Eropa yang dilakukan secara
terstruktur oleh kelompok Nazi Jerman
di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Pria berkumis unik yang mungkin dapat kalian cari sendiri rupanya di halaman pencarian Google.
Kisah hitam Holokaus bermula pada
tahun 1932, ketika Adolf Hitler beserta partai yang menyokongnya yaitu Nasional-Sosialis
Jerman (Nazi) berhasil memperoleh sebagian banyak kursi parlemen dalam pemilihan umum
yaitu sebesar 37% suara. Diangkatnya Hitler sebagai kepala
pemerintahan negara Jerman pada tanggal 30 Januari 1933 menjadi simbol
kekuasaan Nazi di Jerman.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Hitler merupakan sosok aktivis sejak usia muda. Koar-koar-pake-jas-almamater-sambil-naik-mobil-di-persimpangan-jalan. Bukan, itu Fathur.
Jerman di bawah
kepemimpinan partai Nazi mengalami banyak perubahan khususnya terhadap penetapan hukum-hukum yang beraspek anti-Yahudi. Hal ini dapat dilihat pada
hukum rasisme yang dikenal sebagai hukum Nuremburg 1935 yang melegalisasikan
sikap anti-semitism. Anti-semitism merupakan sikap untuk
berprasangka buruk dan menimbun kebencian terhadap kaum Yahudi yang diwujudkan
dengan penyiksaan dan diskriminasi terhadap agama, ras, maupun budaya kaum Yahudi.
Masa pemerintahan Nazi di Jerman sekaligus juga melegalkan pelepasan paksa
identitas kewarganegaraan Jerman bagi kaum Yahudi dan membatasi hak dan
kebebasan sipil kaum Yahudi di Jerman.
Kebencian Hitler terhadap Bangsa Yahudi
Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa Hitler menaruh kebencian yang sedemikian besar pada bangsa Yahudi. Kebencian ini sebenarnya didominasi
oleh kisah hidupnya sejak kecil yang melihat Yahudi dalam konteks negatif. Ketika usianya masih belia, Hitler mendapati kematian ibunya yang dianggap terjadi setelah dirawat oleh wanita Yahudi. Selain itu, kehidupan masa kecilnya selalu mendapati dominasi kaum Yahudi yang menempati sektor-sektor ekonomi di Jerman. Memang, kaum Yahudi pada masa itu dikenal sebagai kaum yang berada.
Beberapa sejarawan mengungkap fakta-fakta yang berbeda, bahwa kebencian Hitler terhadap bangsa Yahudi diakibatkan oleh anggapannya bahwa kekalahan Jerman pada Perang Dunia I disebabkan oleh
pengkhianatan kaum Yahudi terhadap negara Jerman yang turut merangkul kaum komunis serta kaum sosial-demokratis.
|
source: pinterest |
Tragedi Holokaus dilakukan pertama kali pada peristiwa Kristallnacht yang terjadi pada 9-10
November 1938. Sekitar 20 ribu kamp konsentrasi telah dibangun sebelumnya
sebagai lokasi tahanan kaum Yahudi. Tentara Nazi kemudian membakar rumah-rumah orang
Yahudi dan menggiring mereka ke Ghetto, tempat mereka dikurung dan dipaksa
bekerja untuk kemudian dibawa ke kamp konsentrasi dengan kereta barang yang sempit dan pengap tanpa
makanan. Perjalanan yang dilakukan dengan kereta barang terpaut beberapa hari. Kaum Yahudi yang
selamat dalam perjalanan dibunuh di sebuah ruang kosong yang berisi gas beracun
yang dikenal sebagai kamp maut Auschwitz-Birkenau.
Fakta yang mengerikan adalah
korban yang meninggal dalam kamp maut Auschwitz-Birkenau seringkali digunakan sebagai bahan penelitian
dokter-dokter bedah Nazi Jerman. Beberapa kasus sempat mengungkapkan dokter bedah Nazi di kamp Auschwitz-Birkenau berusaha menggabungkan dua manusia dalam satu badan. Operasi tersebut dinyatakan gagal dengan membiarkan dua orang pincang hidup dalam satu badan yang tidak sempurna.
"Buat kepentingan ilmu pengetahuan," katanya.
Pada faktanya, peristiwa percobaan penelitian dokter-dokter bedah tersebut tidak hanya menimbulkan pemusnahan terhadap
kaum Yahudi di Eropa, tetapi juga berakibat pada genosida terhadap kaum komunis
Jerman, kaum homosexual, bangsa Roma atau Gipsi, sekaligus orang-orang yang
dianggap menyimpang menurut tata kelakuan hukum Nazi.
Holokaus dalam Perspektif Realisme
Peristiwa Holokaus yang
dilakukan pada masa kejayaan Nazi sebenarnya dilakukan oleh Adolf Hitler sebagai bentuk pertahanan nasional untuk menghindar dari ancaman yang dibawa oleh kaum
Yahudi. Sebagai kepala pemerintahan yang berkuasa pada masa itu, Hitler
berperan dalam pergerakan negara. Hitler meyakini bahwa negara digerakkan secara rasional oleh kepentingan
nasional, terutama kepentingan survival
dan keamanan nasional. Tragedi Holokaus menunjukkan bagaimana
manusia pada dasarnya memiliki sifat dasar homo
homini lupus, bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya. Bahwa mereka selalu berusaha
meraih kekuasaan sekalipun itu menggunakan jalan kekerasan.
"Kekerasan seperti
perang diperlukan dalam sistem internasional yang anarki untuk menghapus ancaman dari pihak lain sekaligus
menunjukkan kesiapan kekuatan suatu
negara."
Salah seorang sejarawan berkebangsaan Yunani, Thucydides, mengatakan bahwa ancaman
dapat menyebabkan ketidaknyamanan sehingga menjadi suatu hal yang lumrah apabila suatu pihak melakukan penyerangan atas kondisi ketidaknyamanan. Thucydides juga
menekankan bahwa dalam menjelaskan soal politik, might lebih penting daripada right. Artinya, untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, sebuah aksi harus dilakukan terlebih dahulu untuk
menghilangkan ancaman tersebut. Ini yang dilakukan oleh Hitler dalam
tragedi Holokaus.
Nazi yang dipimpin oleh
Hitler bertindak anarkis dijelaskan oleh pemikir-pemikir realis pendahulu seperti
Machiavelli dan Morgenthau. Machiavelli menggarisbawahi penggunaan kekerasan
oleh negara untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dengan saran berupa
penggunaan power sebaik-baiknya. Salah satu kontribusi pemikiran Machiavelli adalah bahwa kekuatan
politik merupakan suatu hal yang terpisah dari moralitas.
Adapun Morgenthau
dalam bukunya Politics Among Nations
(1948) mengatakan bahwa politik internasional diatur oleh suatu hal yang
objektif seperti hukum internasional yang berdasar pada kepentingan nasional.
Morgenthau menganggap bahwa tidak ada negara yang memiliki “Tuhan di
sampingnya”, maka semua negara dalam bertindak harus berhati-hati dan berdasar pada
kepraktisan. Hitler mengambil pemikiran ini dengan menganggap kaum Yahudi
sebagai ancaman bagi ketahanan nasional negara Jerman.
|
source: pinterest |
Salah satu penyebab
berlangsungnya sikap tegas Nazi terhadap kaum Eropa Yahudi pada tragedi
Holokaus adalah belum adanya istilah genosida pada masa tersebut sehingga
tindakan ini belum dibahas secara khusus dalam hukum internasional masyarakat
dunia. Istilah genosida baru pertama kali diangkat dan menjadi isu politik
internasional setelah seorang pengungsi Yahudi bernama Lemkin berhasil selamat
dari tragedi kependudukan Nazi Jerman di Polandia pada tahun 1940 pada masa
Perang Dunia II. Pengaruh pemikiran Lemkin mengenai definisi genosida
membuahkan hasil pada tahun 1948.
Majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
memberi perhatian khusus pada masalah genosida yang kemudian dimasukkan dalam
jenis tindakan kriminal berat. Usaha Lemkin merupakan bentuk
survivalitas kaum Yahudi dalam menciptakan balance
of power. Usaha Lemkin terhadap PBB membentuk aliansi yang dibangun untuk mengimbangi
ancaman negara agresor potensial yang dalam hal ini adalah Jerman. Negara yang
dianggap memiliki otoritas tertinggi yang memegang hukum-hukum nasional
mengakibatkan banyak pengungsi kaum Yahudi akhirnya berpindah dari Jerman ke
Israel pada tahun 1948 dengan bantuan PBB yang menyetujui pembagian Palestina
menjadi dua.
"Tragedi Holokaus menjadi salah satu penyebab signifikan atas deklarasi kemerdekaan negara Israel pada 14 Mei 1948 sebagai negara Yahudi."
Tragedi kelam Holokaus
menjadi bukti kuatnya otoritas negara dalam menggerakkan kehidupan warganya sekaligus menentukan hukum yang berlaku
untuk mencapai kepentingan tertentu.
Diskriminasi hingga genosida yang terjadi dalam tragedi Holokaus sekaligus membenarkan asumsi pemikir realis Hobbes dalam bukunya 'Leviathan' mengenai struggle of power, bahwa perjuangan untuk meraih kekuasaan sejalan dengan hasrat manusia yang appetite dan aversions yang tidak terbatas.
Kalau diibaratkan tokoh protagonis dalam film action, Hitler mungkin bakal mengusap kumisnya dan bilang, "Pilihannya hanya dua: membunuh atau terbunuh."
Daftar Pustaka
Buku dan Artikel dalam Buku
Bourke, Joanna,
2001. The Second World War: a People’s
History. Oxford: Oxford University Press, hlm. 126-140.
Jones, Adam, 2006.
Genocide: A Comprehensive Introduction.
New York: Routledge, hlm. 251-380
Morgenthau, H. J.,
1948. Politics Among Nations: The
Struggle for Power and Peace. New York: Harcourt Brace & Company, hlm.
43-48.
Susilo, I Basis,
2018. Realisme dalam Vinsensio Dugis,
2018. Teori Hubungan Internasional:
Perspektif-Perspektif Klasik (eds.). Surabaya: Cakra Studi Global Strategis,
hlm. 49-63.
Thucydides, 1903. Reflections on the Peloponnesin War dalam Phil Williams, Donald M.
Goldstein, Jay M. Shafritz, 1999. Classic
Readings of International Relations (eds.). New York: Harcourt Brace &
Company, hlm. 222-230.
Publikasi Online
Die, Judenzählung
von, 1916. “Deutsches Historisches” Museum, Berlin. Tersedia dalam Anne Frank
Stichting, https://www.annefrank.org/en/anne-frank/go-in-depth/why-did-hitler-hate-jews/
(diakses 12 Juni 2019).